Elevasi Insight - Kamis, 10 September 2020
BLANK?
Oleh Giokni
WTC Writer-Trainer-Coach
“Gue blank!” Pernah mendengar kalimat super pendek ini? Seperti berhadapan dengan soal ujian dan tidak ada satu pun gagasan jawaban muncul di kepala. Eitts, situasi ini sering dialami oleh staf profesional HR (Human Resources) saat ditanya oleh bagian Finance tentang “Mau digunakan untuk apa budget trainingmu?” atau “Ini sudah masuk kuartal ke-4 dan serapan anggaran trainingmu baru 10%,…”
Setelah gagap menemukan jawaban, maka aksi yang dilakukan adalah “apapun gue beli” alias SEMUA pelatihan saya beli dan saya berikan kepada SEMUA jabatan, bahkan SEMUA orang.
Berprofesi sebagai trainer, seringkali saya dihubungi oleh calon klien yang belum tahu kebutuhan spesifiknya. Mereka hanya mengatakan, “Kami butuh pelatihan, Bu.” Apakah serta merta saya akan mengirimkan sebuah proposal pelatihan dan memaksa mereka untuk membelinya? Tentu tidak. Saya akan melakukan “probing” yaitu proses bertanya untuk menggali kebutuhan sehingga saya menemukan informasi yang menjadi dasar dibutuhkannya sebuah program pelatihan. Saya menyebutnya sebagai “fact finding”. Selanjutnya saya akan membuat proposal program pelatihan yang BENAR-BENAR DIBUTUHKAN.
Bagaimana praktik terbaiknya di divisi HR sehingga Anda tidak “blank” malah sebaliknya “bijaksana dan berdaya guna”?
Saya beri tahu rahasianya yaaa…
1. Identifikasi apa yang dicita-citakan oleh perusahaan ini, misi yang diembannya, tata nilai yang diharapkan dihidupi sehari-hari oleh seluruh karyawannya.
2. Identifikasi karakteristik industri serta proses bisnis perusahaan ini.
3. Lihat dengan seksama struktur organisasi perusahaan yang biasanya mencerminkan fungsi-fungsi tertentu untuk menjalankan proses bisnis pada poin nomor 2.
4. Telaah aktivitas-aktivitas kritikal dalam proses bisnis dan fungsi-fungsi mana saja yang memegang peranan. Ada yang harus accountable (memastikan tercapai sesuai standar/target), ada yang responsible (bertanggung jawab mengerjakan), ada yang consulted (menjadi konsultan atau nara sumber), ada yang informed (perlu diinformasikan)
5. Berbekal peran-peran tersebut, mulailah menganalisis jabatan-jabatan yang perlu ada di dalam setiap fungsinya. Misalnya, untuk mendukung fungsi penjualan, selain diperlukan tenaga penjual yang bertemu langsung dengan pembeli, apakah perlu didukung oleh tim back office yang akan menuntaskan proses penjualan ini, perlukah tenaga administrasi yang akan melengkapi dokumen-dokumen serta laporan yang terkait.
6. Jika sudah dianalisis alasan atau arti pentingnya jabatan ini diadakan alias “why and what”-nya, maka buatlah analisis lebih lanjut sehingga menghasilkan standar kompetensi yang dibutuhkan oleh jabatan-jabatan tersebut.
7. Kembali pada poin nomor 1 dan 2, bahwa ada tujuan perusahaan yang perlu dicapai dan akan tercapai jika setiap jabatan mencapai standar kinerja jabatan tersebut, inilah yang sering disebut KPI (key performance indicator).
8. Telaahlah pencapaian KPI dari masing-masing jabatan. Jika ditemukan kesenjangan (negatif) yang berarti belum tercapainya target jabatan, maka kebutuhan pelatihan tingkat jabatan dapat diidentifikasi. Nah, akhirnya dapat ditemukan bidang-bidang kompetensi yang perlu dikembangkan dari setiap jabatan yang membutuhkan.
9. Selanjutnya lakukan pengelompokan dan akhirnya semua kebutuhan pelatihan di tingkat organisasi berhasil dirumuskan.
10. Menghadap atasan dan dengan penuh percaya diri katakan, “Saya dapat menggunakan anggaran pelatihan saya secara efektif dan bertanggung jawab. Bla, bla, bla, bla…”
“Blank?”
“Itu dulu, sekarang tidak lagi! Saya sudah menjadi staf profesional HR yang benar-benar profesional!”
Miliki kemampuan menganalisis kebutuhan pelatihan.
Elevasi Insight, 10 September 2020
giokni@elevasi.id
www.elevasi.id